Styrofoam yang memiliki nama lain polystyrene, begitu banyak
digunakan oleh manusia dalam kehidupannya sehari hari. Begitu Styrofoam
diciptakan pun langsung marak digunakan di Indonesia. Banyak keunggulan pada
styrofoam yang akan sangat menguntungkan bagi para penjual makanan seperti
tidak mudah bocor, praktis dan ringan sudah pasti lebih disukai sebagai
pembungkus makanan mereka. Bahkan kita tidak dapat dalam satu hari saja tidak
menggunakan bahan polimer sintetik.
Polistirena merupakan salah satu polimer yang ditemukan pada
sekitar tahun 1930, dibuat melalui proses polimerisasi adisi dengan cara
suspensi. Stirena dapat diperoleh dari sumber alam yaitu petroleum. Stirena
merupakan cairan yang tidak berwarna menyerupai minyak dengan bau seperti benzena
dan memiliki rumus kimia C6H5CH=CH2 atau
ditulis sebagai C8H8.
CONTOH POLISTIRENA
Salah satu jenis polistirena yang cukup populer di kalangan
masyarakat produsen maupun konsumen adalah polistirena foam. Polistirena foam
dikenal luas dengan istilah styrofoam yang seringkali digunakan secara tidak
tepat oleh publik karena sebenarnya styrofoam merupakan nama dagang yang telah dipatenkan
oleh perusahaan Dow Chemical. Oleh pembuatnya Styrofoam dimaksudkan untuk
digunakan sebagai insulator pada bahan konstruksi bangunan.
Polistirena foam dihasilkan dari campuran 90-95% polistirena
dan 5-10% gas seperti n-butana atau n-pentana. Polistirena foam dibuat dari
monomer stirena melalui polimerisasi suspensi pada tekanan dan suhu tertentu,
selanjutnya dilakukan pemanasan untuk melunakkan resin dan menguapkan
sisa blowing agent. Polistirena foam merupakan bahan plastik
yang memiliki sifat khusus dengan struktur yang tersusun dari butiran dengan
kerapatan rendah, mempunyai bobot ringan, dan terdapat ruang antar butiran yang
berisi udara yang tidak dapat menghantar panas sehingga hal ini membuatnya
menjadi insulator panas yang sangat baik.
Polistirena foam begitu banyak dimanfaatkan dalam kehidupan, tetapi tidak dapat dengan mudah direcycle sehingga pengolahan limbahnya harus dilakukan secara benar agar tidak merugikan lingkungan. Pemanfaatan polistirena bekas untuk bahan aditif dalam pembuatan aspal polimer merupakan salah satu cara meminimalisir limbah tersebut.
KEGUNAAN/KELEBIHAN
Stirena pertama kali diproduksi secara komersil pada tahun 1930 sebelum terjadi perang dunia ke-II dan memegang peranan penting dalam perkembangan kimia polimer. Setelah perang dunia II sudah banyak pengolahan stirena menjadi polistirena dan kopolimernya secara komersial. Polistirena banyak dipakai dalam produk-produk elektronik sebagai casing, kabinet dan komponen-komponen lainya. Peralatan rumah tangga yang terbuat dari polistirena, a.l: sapu, sisir, baskom, gantungan baju, ember.
CARA PEMBUATAN
Secara laboratorium dapat dibuat melalui dehidrogenasi etil
benzene, yaitu dengan melewatkan etilena melalui cairan benzena dengantekanan
yang cukup dan aluminiumklorida sebagai katalisnya. Etil benzena
didehidrogenasi menjadi stirena dengan melewatkannya melalui katalis oksida
aktif. Pada suhu sekitar 6000C stirena
disuling dengan cara destilasi maka didapatkan polistirena.Reaksi yang terjadi
sebagai berikut :
Polistirena padat murni adalah sebuah plastik tak berwarna, keras
dengan fleksibilitas yang terbatas yang dapat dibentuk menjadi berbagai macam
produk dengan detil yang bagus. Penambahan karet pada saat polimerisasi dapat
meningkatkan fleksibilitas dan ketahanan kejut. Polistirena jenis ini dikenal
dengan nama High Impact Polystyrene (HIPS). Polistirena murni yang transparan
bisa dibuat menjadi beraneka warna melalui proses compounding.
Polistirena foam yang dihasilkan dari percampuran 90-95% polistirena dan 5-10% gas-gas tertentu seperti n-butana atau n-pentana. Dahulu, blowing agent yang digunakan adalah berupa senyawa CFC (Freon), karena golongan senyawa ini dapat merusak lapisan ozon oleh karnanya saat ini tidak dipergunakan lagi, kini yang digunakan adalah blowing agent yang lebih ramah lingkungan. Polistirena yang dibuat dari monomer stirena dilakukan melalui proses polimerisasi. Polistirena foam yang dibuat dari monomer stirena melalui polimerisasi suspensi pada tekanan-tekanan dan suhu tertentu, selanjutnya dilakukan pemanasan untuk melunakkan resin yang ada serta ikut menguapkan sisa-sisa blowing merupakan insulator-insulator yang baik. Sedangkan monomer polistirena foam merupakan bahan plastik yang memiliki sifat tertentu atau khusus dengan struktur yang tersusun dari beberapa butiran dengan kerapatan rendah, mempunyai bobot ringan, dan terdapat di dalam ruang-ruang antar butiran yang berisi udara minuman-minuman beralkohol atau bersifat asam juga meningkatkan laju migrasi.
BAHAYA
Dibalik semua keunggulan styrofoam itu dapat menimbulkan kerugian
yang sangat merugikan bagi manusia dan alam. Bila ditinjau dari faktor alam
atau lingkungan sudah kita semua tahu kalau styrofoam sangat berbahaya karena
bila sampahnya terus menumpuk dan tidak ada upaya untuk mendaur maka akan dapat
menimbulkan timbunan sampah yang sulit unutk diurai. Walaupun faktanya sudah
banyak pengrajin yang menggunakan styrofoam sebagai bahan utamanya untuk diolah
lebih lanjut tetapi jumlah sampah styrofoam tetap saja masih meningkat setiap
harinya. Bila sampah styrofoam yang mengalir ke arah laut maka sudah tentu
biota laut akan terganggu ekosistemnya karena styrofoam akan bereaksi dengan
air laut dan menyebabkan biota laut terganggu kehidupannya.
Dampak yang lainnya adalah bagi kesehatan manusia, kandungan yang terdapat pada styrofoam seperti benzen, carsinogen, dan styrene akan bereaksi dengan cepat begitu makanan dimasukkan kedalam styrofoam. Uap panas dari makanan akan memicu rekasi kimia ini terjadi lebih cepat, misalnya saja zat benzen yang bila sudah bereaksi dan masuk kedalam tubuh dan masuk kedalam jaringan darah dan terakumulasi selama bertahun tahun akan menimbulkan kerusakan pada sum sum tulang belakang, menimbulkan anemia dan bahkan mengurangi produksi sel darah merah yang sangat dibutuhkan tubuh untuk mengankut saripati makana dan oksigen ke seluruh tunuh. Bila jumlah sel darah merah kita semakin berkurang akibat dari reaksi styrofoam ini maka tubuh kita akan mengalmai beberapa gejala yang kurang wajar. Lalu zat yang tidak kalah bahayanaya adalah carsinogen yang dapat mengakibatkan kanker, carsinoge akan lebih berbahaya bila pemakai wadah styrofoam atau plastik digunakan berulang ulang karena carsinogen mudah larut. Lalu styrene pada penelitian di New Jersey ditemukan 75% ASI (air susu ibu) terkontaminasi styrene. Hal ini terjadi akibat si ibu menggunakan wadah styrofoam saat mengonsumsi makanan. Penelitian yang sama juga menyebutkan bahwa styrene bisa bermigrasi ke janin melalui plasenta pada ibu-ibu yang sedang mengandung. Terpapar dalam jangka panjang, tentu akan menyebabkan penumpukan styrene dalam tubuh. Akibatnya bisa muncul gejala saraf, seperti kelelahan, gelisah, sulit tidur, dan anemia.
PENCEGAHAN
Sebenarnya banyak pencegaham yang dilakukan para pedagang atau
penjual makanan , salah satunya adalah dengan melapisi styrofoam dengan plastik
transparan. Sebenarnya hal ini akan menambah jumlah reaksi zat kimia yang
terjadi pada pengemasan makanan bertambah banyak, karena plastik juga bahan
yang berbahaya untuk pembungkus makanan, jadi langkah ini dianggap kurang cocok
untuk mengurangi bahaya styrofoam. Jadi antisipasi yang dapat kita lakukan
untuk mengurangi bahaya syrofoam bagi kesehatan kita adlah dengan membawa
sendiri wadah yang akan kita gunakan untuk membungkus makanan dan segeralah
pindahkan makanan yang sudah dibungkus dengan styrofoam kedalam wadah yang lebih
aman sepeti piring kaca atau mangkuk kaca. Setelah itu kumpulkan bahan
pembungkus makanan styrofoam ini agar nantinya dapa di daur ulang.
Banyak sudah negara yang mengeluarkan peraturan untuk tidak menggunakan styrofoam contohnya kanada, korea, jepang dan masih banyak lagi
STYROFOM PLASTIK BUSA BERBAHAYA
PLASTIK busa yang lazim dipakai sebagai tatakan kemasan bahan
pangan dan pelindung barang elektronik - belakangan makin sering digunakan
untuk wadah makanan dan minuman. Padahal, bahan penyusunnya bersifat racun
sehingga bisa mencemari makanan atau minuman. Apalagi kalau hidangan itu
dikemas panas-panas! Bahan ini disinyalir bisa merangsang tumbuhnya sel tumor
dan kanker serta potensial mengakibatkan cacat lahir.
Styrofoam hanya salah satu dari puluhan, bahkan ratusan jenis plastik. Orang
awam memang sulit membedakan berjenis-jenis plastik, meskipun barang ini begitu
gampang ditemukan di sekitar kita. Mulai dari sikat gigi, ember, gantungan
baju, kabinet, peralatan dapur, sisir, tutup kaset, sampai kantung plastik.
Tahukah Anda kalau benda-benda ini terbuat dari bahan plastik yang
berbeda-beda?
Plastik merupakan hasil proses pencampuran bahan kimia organik
yang berasal dari minyak bumi, batu bara atau gas alam. Sebagai suatu
bahan, plastik memang memiliki keistimewaan. Ia mudah dibentuk menjadi serat,
lembaran, maupun padatan. Selain kuat dan awet, harganya pun relatif murah.
Gelas Styrofoam |
Lantas, bagaimana kita bisa membedakan berbagai jenis plastik?
Bergantung pada bahan dasarnya, yang secara umum disebut monomer. Untuk
membentuk plastik, monomer-monomer ini diproses menjadi menjadi rantai-rantai
panjang yang disebut polimer. Untuk menghasilkan plastik mentah - dikenal
sebagai resin - polimer ini ditambah dengan berbagai bahan kimia lain. Baik
sebagai pengisi, pelentur, pewarna, peliat, maupun pelumas. Perbedaan kombinasi
jenis dan jumlah polimer serta bahan tambahan (aditif) inilah yang membedakan
karakter dan jenis plastik yang dihasilkan.
Perkembangan plastik sendiri dimulai sejak akhir abad IX. Yang
dianggap berhasil mengembangkannya secara komersial adalah John W. Hyatt,
seorang ilmuwan AS. Pada tahun 1968 John berhasil menciptakan bahan pembuat
bola biliar, sisir, dan pengisi kerah baju dari campuran serat(selulosa), asam
nitrat, dan kamper. Bahan ini oleh Perusahaan Eastman Kodak pada tahun 1884
dikembangkan menjadi pita seluloid, yang kini dikenal sebagai bahan dasar pita
film dan foto. Beberapa tahun kemudian tepatnya pada tahun 1909, plastik
sintetis berbahan dasar polimer organik ditemukan oleh Leo H. Baekland. Pada
tahun 1930-an, setelah teori makromolekuler yang mampu menjelaskan susunan
molekul polimer berkembang, teknologi plastik berkembang pula dengan pesat. Tak
ketinggalan pada 1935 tim peneliti Perusahaan Du Pont menemukan nilon.
Disusul penemuan jenis plastik lain oleh berbagai pihak. Misalnya
akrilik , teflon, melamin, saran, formika, sampai plastik busa atau styrofoam yang
diprotes itu. Semua sebutan itu merupakan istilah umum dari berjenis-jenis
plastik yang berbeda bahan dasarnya.
Monomer plastik yang paling banyak dikenal saat ini diantaranya
vinil klorida , stirena, etilena, propilena, formaldehida, akrilida, dan
beberapa jenis lain. Hasil penggabungan monomer, yang dikenal sebagai polimer
dan merupakan bahan dasar utama plastik, diberi nama sesuai monomernya setelah
ditambahi kata "poli". Diantaranya polivinil klorida, polietilena,
polistirena, polipropilena. Ringkasnya, plastik adalah campuran polimer dengan
beberapa bahan tambahan.
Keluarga besar plastik ini memang sangat banyak anggotanya. Masing-masing memiliki karakter dan kegunaan berbeda-beda. Dari sekian jenis, yang dianggap terpenting dan paling banyak digunakan saat ini ada sekitar 25 jenis.
Selain nama dagang, plastik juga memiliki sebutan teknis yang
baku, dengan penyingkatan bahan dasar polimernya.
Misalnya teflon, nama teknisnya adalah polytetrafluorethylene (TFE).
Teflon sekarang dipakai sebagai pelapis peralatan dapur. Sedangkan nilon, punya
nama teknis polyamide (PA). Kita tahu nilon banyak digunakan dalam
bentuk serat, untuk tekstil dan benang. Plastik saran, sebenarnya adalah polyvinilidene
cloride (PVDC), banyak dipakai untuk kantung. Polyethylene (PE)
banyak dipakai untuk peralatan rumah tangga seperti ember, panci, kursi, selain
untuk kantung plastik.
Bagaimana dengan styrofoam?
Istilah teknis styrofoam adalah foamed
polyesterene (FPS). Bahan dasarnya adalah polistirena, yang merupakan
plastik sangat ringan, kaku, tembus cahaya, dan murah. Hanya saja, kelemahannya
adalah sifatnya yang rapuh.
Untuk menambah kekuatannya dicampurkan senyawa butadiena yang
merupakan karet sintetis. Penambahan butadiena inilah yang menyebabkan
polistirena tidak jernih lagi dan berubah warna menjadi putih susu. Selain itu
, untuk meningkatkan kelenturannya, ditambahkan juga zat plasticiser,
seperti dioktilptalat (DOP), butil hidroksi toluena (BHT), atau n-butil
stearat.
Sedangkan istilah foamed berasal dari proses pembuatannya, yang salah satu tahapnya adalah peniupan, untuk membentuk struktur sel. Dalam proses peniupan ini digunakan gas chlorofluorocarbon (CFC). Hasilnya, ya, seperti yang bisa kita lihat sekarang ini: plastik busa dalam berbagai bentuk dan penggunaan. Warnanya putih susu dan ringan.
Pada yang pertama adalah kemungkinan terjadinya perpindahan alias migrasi
monomer-monomer stirena kemasan plastik busa ke dalam makanan atau minuman yang
ada didalamnya. Persoalannya, menurut berbagai penelitian yang dilakukan sejak
1930-an, bukan sekedar terjadinya migrasi monomer ini. Yang penting adalah
akibatnya, karena monomer bersifat toksik.
Vinil klorida dan vinil sianida, misalnya, mengakibatkan perubahan
genetik pada mikroba. Akrilonitril menimbulkan tumor dan cacat lahir pada
tikus. Stirena, yang merupakan bahan dasar styrofoam, juga bersifat
mutagenik (mampu mengubah gen) dan potensial karsinogen (merangsang tumbuhnya
sel kanker). Beberapa jenis tumor kulit hewan juga ditemukan akibat
stirena.
Pada plastik busa risikonya bahkan lebih besar lagi, karena bahan
aditif yang dipakai pun diketahui berbahaya. Butadiena sebagai bahan penguat,
maupun DOP atau BHT sebagai plasticiser, keduanya karsinogenik.
Suatu penelitian lain juga menunjukkan DOP merusak testis hewan percobaan
dan menimbulkan kemandulan.
Migrasi itu sendiri dapat terjadi karena monomer-monomer plastik,
khususnya stirena , larut dalam air, lemak, alkohol, maupun asam. Waktu
pendadahan dan suhu juga mempengaruhi. Makin lama makanan atau minuman kontak
dengan permukaan plastik, dan makin tinggi suhunya, migrasi zat racun dalam
plastik akan makin meningkat.
Apalagi bila makanan atau minuman itu banyak mengandung lemak atau
minyak. Begitu juga dengan plasticiser yang
digunakandalamplastik.
Celakanya, efek racun itu tidaklah langsung terlihat. Sifatnya
akumulatif dan dalam jangka panjang baru timbul akibatnya. Hingga sering
melenakan perhatian kita terhadap bahayanya. Karena adanya risiko berbahaya
itu, maka di negara-negara maju dibuat berbagai peraturan mengenai zat pembuat
bahan pengemas, terutama yang dipakai untuk makanan dan minuman. Pengemas harus
memenuhi syarat maksimum jumlah migrasi yang diizinkan.
Di Eropa migrasi plasticiser yang diizinkan
maksimum adalah 60 mg/kg makanan. Demikian pula migrasi monomernya dibatasi
secara ketat. Inggris menetapkan batas migrasi vinil klorida dalam makanan
maksimum 0,1 mg/kg.
Jenis polimer dan bahan aditif yang boleh digunakan pun dibatasi.
Di Amerikat Serikat, misalnya, segala jenis pengemas plastik yang terbuat dari
vinil klorida (PVC) dilarang digunakan untuk mengemas susu ataupun olahannya
dan juga minuman ringan bergas CO2.
Setiap negara memiliki ketetapan yang agak berbeda, meskipun
semuanya merujuk pada standar internasional dari badan PBB, yaitu Codex
Alimentarus Comission. Sementara negara-negara yang belum memiliki ketentuan
seperti halnya Indonesia, bisa mengacu pada Codex.
Selain faktor-faktor di atas, jumlah komposisi masing-masing bahan
plastik, polimer dan aditifnya, juga mempengaruhi besar kecilnya migrasi.
Bagaimana dengan yang terjadi pada styrofoam?
Pemakaian styrofoam untuk mengemas makanan
sebenarnya tidak lazim. Kecuali untuk bahan mentah, seperti telur, daging,
sayur atau buah. Itu pun biasanya cuma terbatas sebagai tatakan.
Penggunaan styrofoam yang paling lazim adalah untuk bahan
pelindung dan penahan getaran bagi barang-barang yang fragile, seperti
barang elektronik.
Yang pasti, sebagaimana telah dijelaskan, baik monomernya (stirena) maupun aditif utama styrofoam (DOP dan butadiena) sama-sama mudah bermigrasi dan berbahaya.
Banjir dumping
Lalu,
mengapa belakangan styrofoam justru banyak dipakai sebagai
pengemas makanan? Jawabannya tentunya sudah jelas. Plastik jenis ini di
negara maju makin tidak populer, karena bahayanya. Selain itu, sebagai masalah
kedua, proses pembuatannya melibatkan gas CFC.
Gas
buatan yang dikembangkan oleh Perusahaan General Motors pada tahun 1930-an ini
semula dikenal sangat baik. Sifatnya tidak beracun, tidak mudah terbakar dan
sangat stabil. Pemakaiannya menjadi begitu luas terutama untuk pengisi alat
pendingin, yang kita kenal dengan merek dagang freon, dan untuk gas
pendorong pada aerosol seperti hairspray, obat nyamuk semprot,
parfum, dan sebagainya. Selain itu, juga digunakan sebagai bahan peniup pada
pembuatan styrofoam.
Belakangan diketahui, CFC - karena begitu stabilnya - baru terurai
sekitar 65 - 130 tahun. Gas ini akan melayang di udara, mencapai lapisan ozon
di atmosfer , sampai bisa menjebolkan lapisan ozon. Akibat jebolnya lapisan
ozon suhu bumi meningkat, yang disebut efek rumah kaca. Sinar ultraviolet dari
matahari akan terus menembus bumi. Sehingga timbullah kanker kulit.
Bahaya
yang ditimbulkannya sudah sangat mengkhawatirkan umat manusia. karena itu, pada
tahun 1987 negara-negara industri bersepakat lewat Protokol Montreal, untuk
mengendalikan pemakaian gas CFC hanya sampai 50%-nya pada tahun 2000.
Tapi,
kesepakatan ini pun direvisi pada tahun 1990 di London dengan isi lebih
ketat. Antara lain ditegaskan: seluruh produksi CFC harus dihentikan pada tahun
1995. Ini berarti semua teknologi atau produksi yang menggunakan CFC akan
segera menjadi kadaluwarsa!
Jadi
mudah dimengerti, mengapa di negara maju plastik busa makin tidak populer,
sementara dinegara berkembang justru makin digunakan. Ini akibat dumping.
Negara-negara industri, yang masyarakatnya sudah maju, tidak mau menanggung
risiko. Baik terhadap keamanan konsumen, kelestarian lingkungan, dan -tentu
saja- kelanggengan bisnis mereka. Relokasi industri yang kedaluwarsa ini ke
negara lain yang kurang maju menjadi satu-satunya cara untuk meniadakan semua
risiko itu.
Maka dari
itu, pemakaian dan produksi styrofoam di negeri kita jelas-jelas merupakan
tindakan kurang baik. Karena itu, kalau Anda membeli makanan atau minuman
berwadah styrofoam, mintalah pedagang menggantinya dengan
yang non-stryrofoam.