Upaya Pencegahan dan Penanggulangan
Defisiensi pada Ruminansia
Hewan-hewan herbivora (pemakan
rumput) seperti domba, sapi, kerbau disebut sebagai hewan memamah biak
(ruminansia). Sistem pencernaan makanan pada hewan ini lebih panjang dan
kompleks. Makanan hewan ini banyak mengandung selulosa yang sulit dicerna oleh
hewan pada umumnya sehingga sistem pencernaannya berbeda dengan sistem
pencernaan hewan lain.
Perbedaan sistem pencernaan makanan
pada hewan ruminansia, tampak pada struktur gigi, yaitu terdapat geraham
belakang (molar) yang besar, berfungsi untuk mengunyah rerumputan yang sulit
dicerna. Di samping itu, pada hewan ruminansia terdapat modifikasi lambung yang
dibedakan menjadi 4 bagian, yaitu: rumen (perut besar), retikulum (perut jala),
omasum (perut kitab), dan abomasum (perut masam).
Dengan ukuran yang bervariasi sesuai
dengan umur dan makanan alamiahnya. Kapasitas rumen 80%, retlkulum 5%, omasum
7-8%, dan abomasums 7-8′/o.Pembagian ini terlihat dari bentuk gentingan pada
saat otot spingter berkontraksi. Abomasum merupakan lambung yang sesungguhnya
pada hewan ruminansia.
Adanya bakteri selulotik pada
lambung hewan memamah biak merupakan bentuk simbiosis mutualisme yang dapat
menghasilkan vitamin B serta asam amino. Di samping itu, bakteri ini dapat
,menghasilkan gas metan (CH4), sehingga dapat dipakai dalam pembuatan biogas
sebagai sumber energi altematif
Unsur mineral sangat dibutuhkan
untuk proses fisiologis ternak, terutama pada ternak ruminansia yang hampir
seluruh siklus hidupnya bergantung pada pakan hijauan. Hijauan pakan ternak
yang tumbuh di tanah yang miskin unsur mineral akan berkurang kandungan mineralnya,
terutama pada jenis rumput. Akibatnya ternak yang hidup di daerah tersebut
dapat mengalami penyakit defisiensi mineral. Penyakit ini dapat mengakibatkan
penurunan bobot badan,kekurusan, serta penurunan daya tahan tubuh, daya
produksi dan reproduksi. Kasus penyakit defisiensi mineral ini sering ditemukan
pada ternak di daerah kering, daerah yang sebagian besar tanahnya berpasir dan
daerah lahan gambut,dan biasanya dimiliki oleh peternak kecil. Oleh karena itu,
ternak di daerah tersebut kurang berkembang baik kualitas maupun kuantitasnya,
seperti yang terjadi di daerah transmigrasi Kalimantan Tengah dan daerah
pesisir Kalimantan Selatan. Pencegahan penyakit defisiensi mineral dapat
dilakukan dengan pemberian pakan tambahan yang berupa mineral blok atau pakan
konsentrat yangmengandung mineral yang mencukupi untuk memenuhi kebutuhan
fisiologis ternak.
Unsur
mineral sangat penting dalam proses fisiologis hewan. Unsur mineral esensial
makro seperti Ca, Mg, Na, K, dan P diperlukan untuk menyusun struktur tubuh
seperti tulang dan gigi, sedangkan unsur mikro seperti Fe, Cu, Zn, Mo, dan I
berfungsi untuk aktifitas sistem enzim dan hormon dalam tubuh. Kasus penyakit
defisiensi unsur mineral esensial pada ternak telah dilaporkan baik di Jawa
maupun luar Jawa (Sutrisno,1983).
Pengaruh
dari kondisi tanah yang asam atau berpasir akan melarutkan unsur mineral masuk
kedalam lapisan tanah yang lebih dalam, sehingga tanah menjadi miskin unsur
hara termasuk mineral. Akibatnya, kandungan mineral pada tanaman pakan ternak
ruminansia yang tumbuh di daerah tersebut juga rendah. Bila hijauan tersebut dikonsumsi
oleh ternak ruminansia (sapi, kerbau, kambing, dan domba) maka ternak akan
mengalami penyakit yang disebut penyakit defisiensi mineral. Penyakit ini dapat
mengakibatkan penurunan bobot badan, kekurusan, serta penurunan daya produksi
dan reproduksi.
Ada
beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya penyakit defisiensi mineral, dan
hal tersebut berkaitan erat dengan sistem pemeliharaan. Ternak sapi atau
kambing banyak yang dipelihara dengan dilepas di padang penggembalaan. Pada
pagi hari ternak dilepas ke padang rumput dan pada sore hari dimasukkan kedalam
kandang. Pakan yang diberikan kepada ternak hanya seadanya. Dalam kondisi
seperti itu, kualitas nutrisi pakan sangat bergantung pada rumput dan hijauan
yang tumbuh di padang penggembalaan.