Batik merupakan karya adiluhung bangsa Indonesia yang telah mendapatkan pengakuan dari UNESCO pada 2
Oktober 2009 sebagai Intangible Cultural Heritage of Humanity yang berasal dari Indonesia. Menurut SNI
0239:2014 istilah batik diartikan dengan kerajinan tangan sebagai hasil pewarnaan rintang menggunakan malam
panas yang dilekatkan dengan canting (cap maupun tulis) yang membentuk motif/makna (BSN, 2014). Sejak
mendapatkan pengakuan dari UNESCO, perkembangan batik terus meningkat. Pada 2018, ekspor batik senilai USD
52,44 juta atau setara Rp.734 miliar. Pasar utama batik adalah Jepang, Amerika Serikat dan Eropa. Batik telah
menjadi bagian dari kehidupan bangsa Indonesia sejak jaman dahulu. Masyarakat menggunakan batik dari kelahiran
bayi sampai upacara kematian. Batik digunakan dalam berbagai hal, antara lain peralatan rumah tangga seperti
seprei, sarung bantal, taplak meja dan pakaian resmi di instansi maupun sekolah. Pemerintah Indonesia baik pusat
maupun daerah telah berupaya untuk melestarikan batik, salah satunya dengan mengeluarkan peraturan tentang
wajibnya menggunakan batik bagi pegawai maupun siswa sekolah pada hari-hari tertentu. Upaya pelestarian batik
juga dapat dilakukan dengan berbagai riset dan pengembangan teknologi untuk meningkatkan kualitas batik.
Beberapa tahun terakhir, teknologi nano telah digunakan di berbagai bidang antara lain kesehatan, makanan,
elektronika, pengolahan limbah, sensor kimia, farmasi dan tekstil. Perkembangan teknologi nano di bidang tekstil
menghasilkan inovasi baru terkait dengan tekstil multifungsi yang memberikan nilai tambah tekstil tersebut
(Setiyani dan Maharani, 2015). Salah satu fungsi tambahan dari tekstil fungsional adalah kemampuan dalam
menghambat pertumbuhan bakteri (Wahyudi dkk., 2011). Sifat antibakteri pada batik sangat diperlukan karena batik
digunakan di berbagai bidang sehari-hari. Kain yang banyak digunakan s ebagai bahan baku batik adalah kain katun.
Kain katun memiliki beberapa kelebihan antara lain daya serapnya tinggi, halus dan nyaman dipakai (Yetisen dkk.,
2016). Namun kain katun adalah serat alami yang merupakan media ideal untuk pertumbuhan bakteri. Keberadaan
bakteri Staphylococcus aureus pada kain katun akan menyebabkan bau, perubahan warna, kerusakan serat kain, dan
berkurangnya sifat mekanik tekstil (Setiyani dan Maharani, 2015).
Nanopartikel seng oksida (ZnO) banyak digunakan di industri karena sifat-sifat uniknya antara lain antibakteri,
fotokatalitik, optik dan elektrik (Novarini dan Wahyudi, 2011). Sifat antibakteri ZnO disebut sangat baik karena
tahan panas dan stabil dalam berbagai kondisi operasi (Dimapilis dkk., 2018). Makalah ini menyajikan hasil
penelitian aplikasi nanopartikel ZnO pada kain katun untuk pembuatan batik yan g bersifat antibakteri, terutama
menjelaskan tentang ketahanan (durability) sifat antibakteri pada kain batik setelah mengalami pencucian berulang.